~Mempersiapkan Anak Ujian Tanpa Tekanan~


Menjelang ujian, biasanya anak Anda perlu dukungan. Dampingi ia belajar dengan penuh perhatian tapi tanpa membuatnya tertekan. 

Pertama-tama adalah mempersiapkan ruang belajar yang layak bagi anak. Jika meja belajarnya terlihat berantakan, bantulah anak untuk membereskannya. Meja belajar yang lapang dan bersih membuat anak tenang dan siap untuk belajar.

Hindari belajar terlalu malam. Jika anak kurang tidur, maka materi yang telah ia pelajari semalaman, bisa hilang begitu saja ketika ujian. 

Pastikan juga anak Anda tidur cukup (minimal tujuh jam). Dengan tidur yang cukup, maka keesokan harinya anak Anda akan segar dan siap menghadapi ujian.

Buatlah suasana rumah senyaman mungkin untuk anak. Suara televisi yang terlalu keras atau canda tawa dari anggota keluarga lain kerap kali mengganggu konsentrasi anak saat belajar.

Saat anak sedang belajar, Anda tidak harus mengontrolnya dengan duduk disamping anak sepanjang waktu. Berikan sang anak sedikit ruang agar ia tidak tertekan. Anda bisa mengontrolnya dengan sekali-kali melihat kondisinya.

Bantulah anak Anda dalam belajar. Misalnya membantunya menghafal sebuah kalimat atau menghitung dalam pelajaran matematika. Jika Anda mempunyai trik yang cukup unik, bocorkanlah trik tersebut agar anak lebih mudah untuk menghafal atau menghitung.

Jangan melarang anak Anda mematikan ipodnya. Beberapa anak merasa lebih berkonsentrasi bila belajar sambil mendengarkan musik. Namun jangan pernah membiarkannya belajar di depan televisi yang menyala. Suara yang dihasilkan televisi hanya mengganggu konsentrasi anak.

Memaksa anak belajar berjam-jam tanpa henti merupakan sebuah kesalahan. Belajar tanpa henti justru akan membuat anak Anda tertekan. Selain itu otak anak tidak bekerja dengan baik ketika tidak beristirahat dalam waktu lama. Oleh karena itu, berikanlah anak Anda istirahat 10 menit setiap belajar selama 90 menit.

Berikan anak Anda makanan yang kaya akan nutrisi untuk meningkatkan kinerja otak. Pastikan juga anak Anda mendapatkan sarapan yang baik agar kinerja otak semakin maksimal saat menghadapi ujian.

Bantu anak membereskan peralatannya untuk berangkat ke sekolah dan pastikan tidak ada yang tertinggal. Terkadang hal kecil yang terlupakan seperti kartu ujian kerap kali membuyarkan konsentrasi anak.

Terakhir, jangan lupa berikan dia reward untuk menghiburnya. Misalkan jika ia cepat menghafal atau setelah selesai belajar, sediakan makanan favoritnya, ajak ia bermain, atau biarkan dia melakukan kegiatan yang disukainya selama batas waktu tertentu.

Sikap Otoriter VS Demokratis buat Anak

Label:

Hampir setiap orangtua menginginkan anaknya berperilaku patuh, disiplin dan tanggung jawab. Tapi seringkali mereka harus dipusingkan dengan sikap anak-anaknya yang tidak sesuai dengan harapan.

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pola asuh orangtua yang demokratis merupakan sikap yang lebih baik dalam rangka pembentukan harga diri apabila dibandingkan dengan sikap-sikap yang lain.

Lalu ada orangtua yang bertanya apakah sikap demokratis ini harus diberlakukan mulai anak masih kecil ? Selanjutnya, bagaimana menerapkannya?
Dalam beberapa kesempatan, banyak orangtua protes dan menyatakan bahwa mereka tahu mana yang terbaik untuk anaknya. Kalangan orangtua seperti ini berpikir (sekaligus khawatir), jika anak selalu ditanya keinginan dan persetujuannya pasti mereka menjadi besar kepala dan tidak patuh.

Jika kita hanya memperdebatkan sikap mana yang terbaik, tentu kita tidak akan menemukan solusinya. Maka saya menegaskan bahwa dalam membentuk sikap dan harga diri anak, sikap otoriter orangtua ternyata lebih baik diterapkan pada anak-anak usia dini.

Namun ketika anak telah mampu berpikir sendiri, orangtua harus mengganti sikap otoriter dengan sikap demokratis, agar anak dapat mengambil keputusan berdasarkan penilaiannya sendiri. Dan umumnya ini diberlakukan pada anak berusia sekitar 7 tahun.

Sikap demokratis ini memberikan peluang orangtua untuk melakukan kontrol atas kesempatan yang diberikan pada anak-anak untuk berperan serta dalam kegiatan sehari-hari, serta berpikir sesuai realita dan memberikan rasa berarti bagi keberadaan diri mereka.

Namun sebaliknya jika anak masih berusia dini, sebaiknya orangtua menjalankan sikap otoriter terhadap doktrin atau penegasan norma yang wajib dipatuhi. Penting untuk disampaikan ke anak, bahwa pelanggaran terhadap aturan mempunyai konsekwensi sanksi bagi mereka.
Dalam konteks ini juga, penanaman akhlak yang baik sebaiknya sudah ditanamkan dengan kuat sedini mungkin. Hal ini didasari bahwa kemampuan berpikir anak usia dini masih terbatas. Untuk itu anak diharapkan tunduk sesuai dengan perintah orangtuanya.

Namun seiring dengan bertambahnya usia, anak akan mulai berpikir dan menilai atau mempertanyakan banyak hal tentang aturan yang harus mereka patuhi. Saat inilah orangtua mulai memberikan pengertian sehingga anak mematuhi aturan dan berperilaku baik secara sadar dan mulai memberikan pemahaman.

Hal yang paling penting diperhatikan orangtua adalah, apapun nilai pengajaran sikap yang mereka berikan kepada anak-anak, harus disadari bahwa pendidikan yang utama dan pertama berasal dari keluarga.

Orangtua adalah basis nilai bagi anak. Jika lingkungan anak mendukung dan terkondisi dengan baik, Insya Allah anak akan terjaga akhlaknya.